Saturday, May 9, 2015

Kisah Ndoro Purba Cucu HB VI part 19

Upacara Pangrukti Jenazah

Sebenarnya Pak Karto yang tinggal di Ngadisuryan bukanlah saudara Ki Ageng Prawira Purba melainkan hanya kenalan dekat. Walaupun sudah seperti saudara sendiri, akan tetapi Pak Karto sesuai adat jawa tetaplah menjaga dan menghormati Trah keluarga Ndara Purba. Semua urusan pangrukti jenazah diserahkan kepada keluarga, dan atas musyawarah keluarga maka jenazah diboyong untuk dilakukan pangrukti dirumah saudara Ndara Purba yaitu rumah milik Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Purbaningrat di jalan Rotowijayan. Malam itu jenazah dipindahkan ke Purbaningratan Rotowijayan.

Dalam satu malam saja berita sudah menyebar luas, Ndara Purba yang dikenal luas masyarakat Yogyakarta telah meninggal. Keesokan harinya Senin Legi 5 Maret 1933 tamu meluber memenuhi jalan Rotowijayan dari timur hingga barat.

Upacara Pangrukti Layon (jenazah) dimulai jam 10.00 dilanjutkan upacara sembahyang jenazah dilakukan di Masjid Gedhe (masjid agung). Setelah disembahyangkan jenazah diberangkatkan ke Tahunan Semaki.
Jenazah yang rencananya akan diberangkatkan menggunakan kereta ternyata tidak berjalan sesuai rencana. Penduduk yang ikut hadir menyampaikan penghormatan terakhir membludak sehingga jalanan penuh. Dari Purbaningratan hingga ke masjid agung, dan masjid agung hingga depan Kantor Pos Besar (samping BI).Dari Kantor Pos ke timur, Pakualaman, Sentul hingga Tahunan penduduk berderet memenuhi jalan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa peti jenazah tidak sempat dipikul karena penduduk berebut untuk ikut memikul hingga akhirnya peti jenazah berjalan secara berantai dari penduduk ke penduduk lainnya. Bahkan Kain lurup (penutup peti/jenazah) sudah habis saat sampai di tempat pemakaman Semaki. Pelayat berebut meminta secarik kain lurup sebagai kenang-kenangan terakhir dari Ndara Purba sang manusia pinilih.

Pagi itu di Karang Kebolotan Sekar Megar Sore terjadi kesibukan luar biasa, rumah dibersihkan juga gentan. Liang lahat yang rencananya akan diisi jenazah memancar mengeluarkan air dengan deras. Walaupun sudah dikuras terus menerus air tetap memancar. Diantara para pengunjung ada yang mencium bahwa air tersebut berbau wangi, ada juga yang mengatakan bahwa bumipun ikut menangisi seorang manusia pilihan. Hingga kedatangan jenazah di makam tersebut air masih terus memancar keluar. Hal tersebut membuat pelayat mulai resah, maka untuk menguasai keadaan dan untuk menghindarkan dari fitnah dan pemahaman yang kurang baik maka Kakak Sulung Ndara Purba yaitu KRT Purbakusuma yang saat itu menjabat sebagai wedana Kalasan berkata kepada jenazah “ Dimas Prawira Purba, olehe siram iki uwis dhisik, berkahe dikersakake kagem putra wayah kabeh” (Dimas Prawira Purba mandinya diselesaikan dahulu, berkahnya diminta untuk anak cucu semua). Maka surutlah air yang menggenang, dan pemakaman dapat dilangsungkan dengan baik. Ada berbagai macam pendapat terkait hal tersebut, ada yang mengatakan jurukunci yang berkata terhadap jenazah Ndara Purba, ada juga yang mengatakan bahwa surutnya air dikarenakan perbawa pusaka Ndara Purba.

Pada pemakaman tersebut disebutkan bahwa yang dimakamkan hari itu adalah:
Raden Mas Kusrin : Nama yang diberikan oleh orang tua semenjak lahir
Raden Bekel Prawira Purba : Nama dari Keraton dengan jabatan Bekel
Kyai Jegot : Nama Sebutan dari sikap hidup beliau yang sudah melepas dari ketergantungan duniawi
Kyai Sri Sedana : Nama pengabdiannya selama menghayati hidup penuh penderitaan, keluar masuk desa
semata-mata hidupnya untuk mengabdi kemanusiaan
Kyai Semar : Nama dalam perjalanan hidup yang selalu bertindak sebagai pamomong yang selalu
memberi kesempatan orang lain bangkit kehidupannya.

Dan bertempat pada tiang timur utara pendapa.
Saat itu kepada para simpatisan setelah pulang lelayu dianjurkan sesaji :
1. apem tangkeban dengan jumlah sesuai dengan jumlah keluarga.
2. Krikil kali yang diambil dari krikil kali winongo sejumlah 30 (tiga puluh) butir
3. Uang benggol dikapur separo.

Sesaji selama tiga hari tiga malam dan selesai itu dilarung.


Awal mula sesaji sendiri dilakukan sebagai upaya pengorbanan yang diiringi dengan doa, dan diharapkan doa tersebut diterima oleh Tuhan YME. Praktek sesaji pada jaman dahulu mengandung banyak arti, salah satu maksud dari sesaji yang saya ketahui adalah “Apem” sesaji apem berasal dari kata afuwun..berarti pemaaf, sehingga diharapkan sesaji tersebut perlambang permohonan agar yang didoakan dimaafkan segala dosanya. Ada juga sesaji yang menggunakan daun Kluwih disini mengandung arti Luwih atau lebih..jadi diharapkan agar yang berdoa diberi kelebihan atau keluwihan. Berdasar ilustrasi tersebut mohon agar praktek sesaji tersebut disikapi dengan kedewasaan secara spiritual.

repost kaskus TS "mdiwse"  

No comments:

Post a Comment