Saturday, May 9, 2015

Kisah Ndoro Purba Cucu HB VI part 17

Perjalanan Akhir Tahun 1923
[Madik Calon Makam]

Sukaryo adalah Lurah desa Tegal Tahunan Semaki dengan dibantu anaknya Jayus sebagai Carik (Sekdes) mereka berdua adalah pengagum Ki Ageng Prawira Purba.
Suatu saat Sukaryo dipanggil ke rumah Ndara Purba,dirumah Ndara Purba Sukaryo mendapat permintaan dari beliau “Kula mang yasakaken calon dalem kagem benjang nggih” mohon saya dibuatkan rumah untuk nanti ya..

Begitu mendapat amanat untuk membuat rumah, maka Sukaryo yang sangat menghormati Ndara Purba merasa mendapat kehormatan. Maka segera dibuatlah rumah menurut pemahamannya. Di Tegal Tahunan tepatnya dipinggir jalan Semaki tersebut segera dibangun rumah mungil lengkap dan diisi perabotan rumah tangga. Rumah tersebut menghadap selatan. Setelah semua selesai, maka Sukaryo segera melaporkan kepada Ndara Purba.

Beberapa waktu kemudian sekeluarga Ndara Purba beserta Nyi Kasihan dan Surip naik andong ke Tahunan untuk melihat hasil karya Sukaryo tersebut. Kedatangan mereka disambut Lurah Sukaryo beserta Carik Jayus. Sebuah rumah mungil beserta perabot, disebelah barat juga terdapat pohon adem adem ati besar dan rindang, Ki Ageng Prawira Purba pun memeriksa rumah tersebut.

Mula mula Ndara Purba berdiri disebelah timur menghadap ke barat, kemudian merenung terdiam sebentar, kemudian menoleh kekanan kekiri. Beberapa saat kemudian Ndara Purba berkata “dede niki mbah griya kulo” bukan ini mbah rumah saya. Setelah itu dilanjutkannya memeriksa bagian sebelah barat diikuti Lurah Sukaryo dan Carik Jayus. Setelah itu beliau bersandar pada pohon sambil menghadap ke timur sambil berkata “niki mbah griya kulo, dan oleh Carik Jayus petunjuk Ki Ageng Prawira Purba ini diberi tanda tiga buah patok sesuai dengan garis tiga deret yang telah ditetapkan Ndara Purba. Dari garis tersebut kemudian dibangun tiga garis calon makam dan rumah sebagai calon cungkup. Selesai penunjukan mendekati pohon adem adem ati dan pohon dikelilingi tiga kali putaran, maka rebahlah pohon kearah barat. Ini isyarat Ki Ageng Purba Prawira waktu madik calon makam tempat istirahat kelak. Dapat dilihat perbedaan maksud antara pemahaman Sukaryo dengan maksud Ndara Purba,dimana maksud Ndara Purba pesanggrahan adalah tempat peristirahatan terakhir atau makam, sedangkan pemahaman Sukaryo adalah tempat pesanggrahan atau tempat tinggal.
Kata Ndara Purba “Ibu Nyai Kasihan,papan punika kula paring tetenger Karang Kebolotan Sekar Megar Sore, kula badhe mapan wonten ngriki” Ibu Nyai Kasihan, tempat ini saya kasih nama Karang Kebolotan Sekar Megar Sore, saya akan dimakamkan disini. Kata Sukaryo “Dhawah kaleresan Ndara saged dados pepunden kagem putra wayah” Kebetulan Ndara bisa menjadi pepunden bagi anak cucu. Penunjukan makam tersebut atas keinginan pribadi Ndara Purba walaupun beliau dapat dimakamkan di Imogiri tempat yang lebih layak dan terhormat.

Pepunden dalam arti bahasa jawa merupakan tempat yang dihormati, hal ini wajar saja dalam pengertian agama Islam. Seperti dikisahkan di zaman Salafus shalih bahwa Aisyah RA mengunjungi makam Rasulullah maupun makam ayahnya Abu Bakar Ash Shidiq pada saat itu beliau bisa leluasa berkunjung. Akan tetapi setelah makam tersebut bertambah dengan makam Umar Bin Khattab maka Aisyah tidak leluasa lagi karena terdapat seseorang (makam) yang bukan muhrimnya. Begitu pula analogi dengan makam Ndara Purba, artinya dengan keyakinan bahwa orang yang meninggal itu bisa tahu siapa saja yang mengunjungi makamnya maka tidak salah bila anak cucu keturunan Ndara Purba memiliki makam beliau sebagai pepunden leluhur yang menjadi pelajaran dan inspirasi bagi anak keturunannya pada khususnya ataupun masyarakat pada umumnya.

Persiapan Pembangunan

Surip yang anak angkat Ndara Purba telah memasuki umur remaja bahkan sudah dapat membantu orangtuanya. Menjelang pelaksanaan pembangunan Surip mendapat tugas usaha pengadaan tenaga dan material.
Gamping :dibeli dari Demang desa Gamping.
Batu merah :diusahakan dari Setra Badut seorang pengikut Ki Ageng Prawira Purba dari desa
Kronggahan.
Batu Nisan : dipesan tiga buah dari wetan Beteng seharga f 125, (seratus dua puluh lima gulden).
Tukang Batu : Dikoordinir oleh Somocakra dari desa Patangpuluhan.
Tukang Kayu : Diserahkan kepada Somodani dari desa Dongkelan.
Plafon Kayu : dibuat dari kayu wungu sumbangan dari demang Sorosutan
Uang tunai : f 400 sumbangan Karsodimejo Lurah Tresan Ngluwar Magelang.

Pekerjaan pertama

Permukaan tanah sangat rendah sehingga dibutuhkan urugan, mbah Beruk beserta cucunya Mangun Prawira menyediakan dua cikar. Pekerjaan urugan diselesaikan dengan bolak balik mengambil tanah dari desa Muja Muju sebanyak 200 cikar tanah atau 100 kali angkutan 2 cikar pinjaman dari mbah Beruk tersebut.
Selesai urugan dilanjutkan dengan pembuatan gentan atau kulahan yang dibuat dari batu merah dan semen. Gentan dibuat tiga buah sesuai petunjuk Ndara Purba yang diberi tanda Pathok oleh Jayus. Setelah itu dimulai pekerjaan pembuatan rumah cungkup. Pekerjaan tersebut banyak menghabiskan waktu, tenaga kerja yang datang dari desa kebanyakan tidak mau diberi upah walaupun dipaksa sedemikian rupa. Hal tersebut mungkin dikarenakan mereka bekerja dengan gotongroyong dimana masyarakat jaman dahulu lebih ringan tangan dalam bergotong royong, selain itu mereka juga mengharap ngalap berkah dan doa restu Ndara Purba.

Setelah pembangunan selesai maka ditunjuk Mbok Marjadi sebagai petugas yang mengatur kebersihan dan Pak Mat Yahyo sebagai penjaga keamanan. Mereka masing masing mendapat uang belanja 2 f, dua gulen sebulan dari Nyi Kasihan. Maka selesai sudah pembangunan makam Karang Kebolotan Sekar Megar Sore. Ndara Purba pun kini punya kebiasaan baru, perhatiannya selalu tertarik pada nomor andong. Dimana saja, kapan saja bila ada andong lewat diperintahkannya Surip untuk mengejar dan membaca nomor andong tersebut. Demikian pula setiap hendak bepergian naik andong pun juga dilakukan usaha melihat nomor andong tersebut. Entah apa maksudnya dengan melihat nomer tersebut Nyai Kasihan maupun Surip tidak mengetahui. Sudah ratusan andong yang dilihat Surip tetapi tetap saja belum menemukan nomor andong yang cocok.

Atas sumbangan tanah dari Lurah Sukaryo maka makin akrab persaudaraan Ndara Purba dengan Sukaryo, hal tersebut dipererat dengan ungkapan Ndara Purba kepada Surip”Surip kowe saiki wis gedhe, ora bakal ndherek rama salawase,sing ngati ati wae romo mung mujekke kadi kadohan. Surip kamu sudah dewasa, dan tidak selamanya ikut dengan ayah, hati hati lah ayah cuma mendoakan dari jauh. Katakata ini selanjutnya berlanjut perjodohan antara Surip dengan Jayus.

repost kaskus TS "mdiwse" 

No comments:

Post a Comment