Saturday, May 9, 2015

Kisah Ndoro Purba Cucu HB VI part 11

Hajaran bagi orang Jahat

Ki Ageng Prawira Purba adalah sosok yang sudah lepas dari ikatan duniawi, dia melakukan sesuatu jika memang karena dia menginginkannya dan bukan karena hal tersebut pantas untuk dilihat, ataupun hal tersebut untuk memenuhi kepantasan pandangan masyarakat umum. Dia senang hidup bebas, bisa dilihat dari cara berpakaian yang aneh. Ki Ageng juga betah duduk berjam-jam pada suatu tempat apabila dia memang sedang berkenan untuk itu.

Pada suatu hari Ki Ageng sedang duduk di jalan Jogonegaran tanpa ada yang memperhatikan. Sambil terus duduk tangannya tidak berhenti menyusuri jubahnya mencari kutu-kutu baju yang memang banyak terdapat di bajunya. Karena jarang menganti baju maka wajar saja apabila banyak kutu di baju beliau. Saking asiknya mencari kutu, sampai sabuk beserta timang (timang adalah kepala ikat pinggang dan jaman dahulu terutama pada bangsawan masih terbuat dari emas bahkan ditatah intan berlian) ikut dibuka. Sambil tangannya berkelana mencari kutu mata beliaupun terpejam menikmati suasana sambil menahan kantuk.

Tanpa disadari ada seseorang yang mengendap-endapdengan sangat perlahan mengambil timang tersebut. Setelah berhasil mengambil timang, maka si copetpun bergegas kabur dari situ. Cepat-cepat dia pergi ke daerah Kricak untuk menjual hasil curiannya tersebut kerumah seorang tukang gadai. Akan tetapi pada saat barang tersebut akan diserahkan, terjadi keanehan yaitu timang tersebut lengket ditangan si pencopet dan tidak dapat lepas dari tangannya. Sekian lama berusaha untuk melepas timang tersebut, tetap saja tidak berhasil. Akhirnya dengan menahan rasa takut si pencopet tersebut kembali mendatangi Ki Ageng Prawira Purba untuk meminta maaf atas perbuatannya tersebut. Ternyata tingkah laku pencopet tersebut diketahui oleh Ki Ageng, terbukti saat dia dating langsung mendapat sorot mata tajam dari Ki Ageng. Pencopetpun mendatangi sambil terus menyembah minta maaf sambil mengembalikan barang curiannya, barulah timang tersebut dapat lepas dari tangan si pencopet.

Tamu dari Dogongan

Dirumah Ki Ageng di daerah Tukangan sedang berkumpul Nyai Kasihan beserta Surip dan beberapa orang pengikut. Saat itu datang tamu sepasang penganten baru dari daerah dogongan Imogiri. Tamu tersebut adalah Pak Wangsa dan Mbok Wangsa. Mbok Wangsa yang memiliki nama kecil Cumik memiliki penyakit aneh yaitu sering mengigau seperti orang gila, akan tetapi yang sering disebut adalah makam keramat, antara lain Jalasutra, Jimatan, dll. Suami isteri Wangsa tersebut datang ke Ki Ageng untuk memohon bantuan dan doa agar penyakit sang istri dapat sembuh. Oleh Ki Ageng sepasang tamu tersebut disambut dengan baik dan beliau berkata “mboten, Cumik mboten sakit, kuat,kuat,kuat” tanpa melakukan hal lain dan keduanya dipersilahkan pulang.

Beberapa waktu kemudian Ki Ageng Prawira Purba tiba-tiba telah duduk di halaman rumah pak Wonso di Dogongan.Kehadiran ini mengejutkan keluarga Pak Wangsa, segera Ki Ageng dipersilahkan untuk masuk kedalam, akan tetapi tawaran tersebut ditolak. Akhirnya Pak Wangsa mengambil tikar untuk digunakan sebagai alas duduk Ki Ageng di halaman akan tetapi sekali lagi ditolak, Ki Ageng cukup puas duduk beralaskan getepe (anyaman daun kelapa ) di halaman rumah. Kembali tuan rumah menawarkan untuk duduk didalam rumah, Ki Ageng menolak dan menjawab “Kula niki naming cantrik janaloka, sampun wonten ngriki kemawon” (bahasa jawa halus : saya ini hanya abdi rendah,sudah disini saja..sebenarnya dari beberapa kisah tentang beliau, Ki Ageng merupakan seorang yang rendah hati, dengan status sosial beliau sebagai ningrat/bangsawan tapi beliau menggunakan bahasa jawa halus untuk berhadapan dengan rakyat jelata)”.

Selesai berbasa-basi kemudian Ki Ageng berdiri melihat-lihat, setelah beberapa saat berhenti di suatu sudut maka dipanggillah tuan rumah dan dianjurkannya agar membuat sumur pada tanah yang ditunjuk tadi. Setelah itu Ki Ageng segera pulang dengan meninggalkan pesan agar Pak Wangsa mengadakan selamatan di tempat makam-makam keramat sesuai yang dikatakan isterinya saat sakit. Sebagai rakyat jelata pada saat itu, kedatangan seorang bangsawan dan mempunyai kelebihan/kesaktian maka keluarga Wangsa sangat tersanjung didatangi Ki Ageng. Upaya-upaya untuk memuliakan tamu dan membalas budipun tidak diterima oleh Ki Ageng, maka sebagai ungkapan rasa hormat dan terimakasih kepaa beliau yang dapat dilakukan jeluarga Wangsa adalah melaksanakan segala perintah Ki Ageng.

Tempat yang ditunjuk segera dibuat sumur, sebagai gambaran pada saat itu letak geografis Dogongan yang agak tinggi dengan tanah kapur agak sulit untuk membuat sumur. Umumnya pembuatan sumur disitu memerlukan kedalaman lebih dari 20 meter, akan tetapi ditempat yang ditunjuk oleh Ki Ageng tersebut dapat dibuat sumur dan ditemukan mata air pada kedalaman 7 meter. Pembuatan sumurpun selesai dan mata airnya sangat jernih.
Setelah pembuatan sumur, maka pak Wangsa melaksanakan selamatan di Jimatan makam Imogiri. Setiba dari Imogiri pak Wangsa langsung menimba sumur dengan maksud hendak membersihkan diri setelah berjalan, akan tetapi ketika timba mencapai air dilihatnya sesuatu barang yang mengeluarkan cahaya gemerlap di dasar sumur.

Adapun setelah mengikuti petunjuk Ki Ageng Prawira Purba kini Cumik sehat kembali, bahkan sudah mengandung. Bersama kesembuhannya terlihat tanda-tanda kelebihan pada dirinya. Pada suatu kesempatan Pak Wangsa sekeluarga mengunjungi Ki Ageng Prawira Purba sebagai ucapan terimakasih sekaligus melaporkan telah melaksanakan selamatan di Jimatan Imogiri, serta melaporkan peristiwa terlihatnya cahaya gemerlap pada dasar sumur, dan juga melaporkan perubahan yang dialami Cumik. Terhadap semua hal tersebut, dimohonkan petunjuk Ki Ageng Prawira Purba.
Atas seluruh laporan tersebut, Ki Ageng berkata kepada Cumik “panjenengan punapa kinten-kinten kersa nampi katresnaning saderek? (apakah kira-kira anda berkenan menerima kecintaan/kesayangan dari para saudara?) dan dijawab oleh Cumik “benjang kemawon menawi jabang bay sampun lahir”(nanti saja bila si bayi telah lahir).

Waktupun berlalu, hingga suatu hari di Dogongan terlihat seseorang yang sakit ingatan berlari-lari dari arah utara dan ketika sampai di halaman rumah Pak Wangsa orang tersebut entah sengaja atau tidak langsung terjun ke dalam sumur. Penduduk pun beramai-ramai menolong orang yang tercemplung ke dalam sumur tersebut, namun anehnya setelah korban sudah berada di darat dia sadar dan sembuh dari penyakit ingatan tersebut. Setelah ditanyakan identitas dan tempat tinggalnya, si korban berasal dari kalangan terhormat dan merupakan putra Raden Ngabehi Proyowiyogo.
Sejak saat itu gemparlah berita tentang Sumur Dogongan yang berkhasiat dapat menyembuhkan orang gila. Kejadian tersebut bersamaan dengan mbok Wangsa melahirkan bayi dan diberi nama Grudug, hal tersebut berkenaan dengan datangnya warga dari berbagai pelosok dan beramai-ramai mendatangi Sumur dogongan (grudug=gemrudug/datang beramai-ramai). Ki Ageng yang mendengar berita tersebut juga datang ketempat tersebut untuk mewisuda mbok Wangsa sesuai pertanyaan Ki Ageng sebelumnya untuk menerima katresnaning sederek dan yang dimaksud disini adalah menerima tamu.

Diluar dugaan, betapa sibuk mbok Wangsa menerima tamu siang malam yang gemrudug membanjir mendatangi sumur tersebut. Sejak saat itu mbok Wangsa atau juga ibu Grudug menjadi kasepuhan yang menjaga sumur bertuah di Dogongan Imogiri. Menurut keterangan mbok Wangsa grudug banjir tamu hanya berlangsung selama satu setengah tahun, adapun keramat sumur tersebut adalah wahyu Syekh Subakir dari Tidar. Dari perkembangan tahun ke tahun bu Grudug juga mendapat nama Nyai Sarimulya dari Kanjeng ratu Ayu Mangkubumi. Dari Kanjeng Suryonegara Surakarta pernah mendapat penghargaan payung kebesaran atau payung Agung. Demi rasa terimakasih yang mendalam, setelah kepergian Ki Ageng ke rahmat Allah, pak Wangsa melanjutkan pengabdiannya sebagai juru kunci makam Ki Ageng sampai akhir hayatnya.

 repost kaskus TS "mdiwse" 

No comments:

Post a Comment