Hajaran bagi orang Jahat
Ki Ageng Prawira Purba adalah sosok yang sudah lepas dari ikatan
duniawi, dia melakukan sesuatu jika memang karena dia menginginkannya
dan bukan karena hal tersebut pantas untuk dilihat, ataupun hal tersebut
untuk memenuhi kepantasan pandangan masyarakat umum. Dia senang hidup
bebas, bisa dilihat dari cara berpakaian yang aneh. Ki Ageng juga betah
duduk berjam-jam pada suatu tempat apabila dia memang sedang berkenan
untuk itu.
Pada suatu hari Ki Ageng sedang duduk di jalan Jogonegaran tanpa ada
yang memperhatikan. Sambil terus duduk tangannya tidak berhenti
menyusuri jubahnya mencari kutu-kutu baju yang memang banyak terdapat di
bajunya. Karena jarang menganti baju maka wajar saja apabila banyak
kutu di baju beliau. Saking asiknya mencari kutu, sampai sabuk beserta
timang (timang adalah kepala ikat pinggang dan jaman dahulu terutama
pada bangsawan masih terbuat dari emas bahkan ditatah intan berlian)
ikut dibuka. Sambil tangannya berkelana mencari kutu mata beliaupun
terpejam menikmati suasana sambil menahan kantuk.
Tanpa disadari ada seseorang yang mengendap-endapdengan sangat perlahan
mengambil timang tersebut. Setelah berhasil mengambil timang, maka si
copetpun bergegas kabur dari situ. Cepat-cepat dia pergi ke daerah
Kricak untuk menjual hasil curiannya tersebut kerumah seorang tukang
gadai. Akan tetapi pada saat barang tersebut akan diserahkan, terjadi
keanehan yaitu timang tersebut lengket ditangan si pencopet dan tidak
dapat lepas dari tangannya. Sekian lama berusaha untuk melepas timang
tersebut, tetap saja tidak berhasil. Akhirnya dengan menahan rasa takut
si pencopet tersebut kembali mendatangi Ki Ageng Prawira Purba untuk
meminta maaf atas perbuatannya tersebut. Ternyata tingkah laku pencopet
tersebut diketahui oleh Ki Ageng, terbukti saat dia dating langsung
mendapat sorot mata tajam dari Ki Ageng. Pencopetpun mendatangi sambil
terus menyembah minta maaf sambil mengembalikan barang curiannya,
barulah timang tersebut dapat lepas dari tangan si pencopet.
Tamu dari Dogongan
Dirumah Ki Ageng di daerah Tukangan sedang berkumpul Nyai Kasihan
beserta Surip dan beberapa orang pengikut. Saat itu datang tamu sepasang
penganten baru dari daerah dogongan Imogiri. Tamu tersebut adalah Pak
Wangsa dan Mbok Wangsa. Mbok Wangsa yang memiliki nama kecil Cumik
memiliki penyakit aneh yaitu sering mengigau seperti orang gila, akan
tetapi yang sering disebut adalah makam keramat, antara lain Jalasutra,
Jimatan, dll. Suami isteri Wangsa tersebut datang ke Ki Ageng untuk
memohon bantuan dan doa agar penyakit sang istri dapat sembuh. Oleh Ki
Ageng sepasang tamu tersebut disambut dengan baik dan beliau berkata
“mboten, Cumik mboten sakit, kuat,kuat,kuat” tanpa melakukan hal lain
dan keduanya dipersilahkan pulang.
Beberapa waktu kemudian Ki Ageng Prawira Purba tiba-tiba telah duduk di
halaman rumah pak Wonso di Dogongan.Kehadiran ini mengejutkan keluarga
Pak Wangsa, segera Ki Ageng dipersilahkan untuk masuk kedalam, akan
tetapi tawaran tersebut ditolak. Akhirnya Pak Wangsa mengambil tikar
untuk digunakan sebagai alas duduk Ki Ageng di halaman akan tetapi
sekali lagi ditolak, Ki Ageng cukup puas duduk beralaskan getepe
(anyaman daun kelapa ) di halaman rumah. Kembali tuan rumah menawarkan
untuk duduk didalam rumah, Ki Ageng menolak dan menjawab “Kula niki
naming cantrik janaloka, sampun wonten ngriki kemawon” (bahasa jawa
halus : saya ini hanya abdi rendah,sudah disini saja..sebenarnya dari
beberapa kisah tentang beliau, Ki Ageng merupakan seorang yang rendah
hati, dengan status sosial beliau sebagai ningrat/bangsawan tapi beliau
menggunakan bahasa jawa halus untuk berhadapan dengan rakyat jelata)”.
Selesai berbasa-basi kemudian Ki Ageng berdiri melihat-lihat, setelah
beberapa saat berhenti di suatu sudut maka dipanggillah tuan rumah dan
dianjurkannya agar membuat sumur pada tanah yang ditunjuk tadi. Setelah
itu Ki Ageng segera pulang dengan meninggalkan pesan agar Pak Wangsa
mengadakan selamatan di tempat makam-makam keramat sesuai yang dikatakan
isterinya saat sakit. Sebagai rakyat jelata pada saat itu, kedatangan
seorang bangsawan dan mempunyai kelebihan/kesaktian maka keluarga Wangsa
sangat tersanjung didatangi Ki Ageng. Upaya-upaya untuk memuliakan tamu
dan membalas budipun tidak diterima oleh Ki Ageng, maka sebagai
ungkapan rasa hormat dan terimakasih kepaa beliau yang dapat dilakukan
jeluarga Wangsa adalah melaksanakan segala perintah Ki Ageng.
Tempat yang ditunjuk segera dibuat sumur, sebagai gambaran pada saat itu
letak geografis Dogongan yang agak tinggi dengan tanah kapur agak sulit
untuk membuat sumur. Umumnya pembuatan sumur disitu memerlukan
kedalaman lebih dari 20 meter, akan tetapi ditempat yang ditunjuk oleh
Ki Ageng tersebut dapat dibuat sumur dan ditemukan mata air pada
kedalaman 7 meter. Pembuatan sumurpun selesai dan mata airnya sangat
jernih.
Setelah pembuatan sumur, maka pak Wangsa melaksanakan selamatan di
Jimatan makam Imogiri. Setiba dari Imogiri pak Wangsa langsung menimba
sumur dengan maksud hendak membersihkan diri setelah berjalan, akan
tetapi ketika timba mencapai air dilihatnya sesuatu barang yang
mengeluarkan cahaya gemerlap di dasar sumur.
Adapun setelah mengikuti petunjuk Ki Ageng Prawira Purba kini Cumik
sehat kembali, bahkan sudah mengandung. Bersama kesembuhannya terlihat
tanda-tanda kelebihan pada dirinya. Pada suatu kesempatan Pak Wangsa
sekeluarga mengunjungi Ki Ageng Prawira Purba sebagai ucapan terimakasih
sekaligus melaporkan telah melaksanakan selamatan di Jimatan Imogiri,
serta melaporkan peristiwa terlihatnya cahaya gemerlap pada dasar sumur,
dan juga melaporkan perubahan yang dialami Cumik. Terhadap semua hal
tersebut, dimohonkan petunjuk Ki Ageng Prawira Purba.
Atas seluruh laporan tersebut, Ki Ageng berkata kepada Cumik
“panjenengan punapa kinten-kinten kersa nampi katresnaning saderek?
(apakah kira-kira anda berkenan menerima kecintaan/kesayangan dari para
saudara?) dan dijawab oleh Cumik “benjang kemawon menawi jabang bay
sampun lahir”(nanti saja bila si bayi telah lahir).
Waktupun berlalu, hingga suatu hari di Dogongan terlihat seseorang yang
sakit ingatan berlari-lari dari arah utara dan ketika sampai di halaman
rumah Pak Wangsa orang tersebut entah sengaja atau tidak langsung terjun
ke dalam sumur. Penduduk pun beramai-ramai menolong orang yang
tercemplung ke dalam sumur tersebut, namun anehnya setelah korban sudah
berada di darat dia sadar dan sembuh dari penyakit ingatan tersebut.
Setelah ditanyakan identitas dan tempat tinggalnya, si korban berasal
dari kalangan terhormat dan merupakan putra Raden Ngabehi Proyowiyogo.
Sejak saat itu gemparlah berita tentang Sumur Dogongan yang berkhasiat
dapat menyembuhkan orang gila. Kejadian tersebut bersamaan dengan mbok
Wangsa melahirkan bayi dan diberi nama Grudug, hal tersebut berkenaan
dengan datangnya warga dari berbagai pelosok dan beramai-ramai
mendatangi Sumur dogongan (grudug=gemrudug/datang beramai-ramai). Ki
Ageng yang mendengar berita tersebut juga datang ketempat tersebut untuk
mewisuda mbok Wangsa sesuai pertanyaan Ki Ageng sebelumnya untuk
menerima katresnaning sederek dan yang dimaksud disini adalah menerima
tamu.
Diluar dugaan, betapa sibuk mbok Wangsa menerima tamu siang malam yang
gemrudug membanjir mendatangi sumur tersebut. Sejak saat itu mbok Wangsa
atau juga ibu Grudug menjadi kasepuhan yang menjaga sumur bertuah di
Dogongan Imogiri. Menurut keterangan mbok Wangsa grudug banjir tamu
hanya berlangsung selama satu setengah tahun, adapun keramat sumur
tersebut adalah wahyu Syekh Subakir dari Tidar. Dari perkembangan tahun
ke tahun bu Grudug juga mendapat nama Nyai Sarimulya dari Kanjeng ratu
Ayu Mangkubumi. Dari Kanjeng Suryonegara Surakarta pernah mendapat
penghargaan payung kebesaran atau payung Agung. Demi rasa terimakasih
yang mendalam, setelah kepergian Ki Ageng ke rahmat Allah, pak Wangsa
melanjutkan pengabdiannya sebagai juru kunci makam Ki Ageng sampai akhir
hayatnya.
repost kaskus TS "mdiwse"
No comments:
Post a Comment