Melompat sejauh 25 meter
Setelah cukup lama menjadi keluarga Ki Ageng Prawira Purba, Nyi Kasihan
ingin menengok keluarganya yang berada di Jambon Laweyan Klaten. Pada
suatu hari sekeluarga Ki Ageng Prawira Purba, Nyi Kasihan dan Surip
meluangkan waktu mengunjungi Jambon.
Perjalanan pulang mereka ditempuh dengan berjalan kaki, Surip digendong
Cermo sambil menjinjing kelapa muda dan berjalan diatas rel kereta api.
Cermo adalah pengikuit baru yang mengabdi Ki Ageng Prawira Purba dengan
maksud belajar ilmu kehidupan. Dengan setia dia mengabdi dan mengikuti
perintah serta ajaran Ki Ageng Prawira Purba. Sesampainya di kali Opak
(sekitar Prambanan) tiba-tiba Ki Ageng Prawira Purba berhenti dan
berkata kepada Nyi Kasihan “apakah ibu dapat melompat?” dan mendapat
jawaban “dapat”. Dan apakah kau Cermo juga dapat melompat? Maka Cermo
menjawab, dapat kalu mendapat restu Kyai Ageng. Yang terjadi kemudian
adalah Ki Ageng Prawira Purba mendahului melompat sampai seberang
disusul oleh ibu Nyai Kasihan. Kini tinggal Cermo yang menggendong Surip
ragu-ragu apakah mampu melompati menyeberang kali selebar 25 meter.
Dengan ragu-ragu akhirnya Cermo nekat meloncat, saat itu dia merasa ada
yang melontarkan dirinya dan melewati sungai selebar 25 meter tersebut.
Setelah berhasil menyeberang maka dia membalikkan badan kemudian surut
mengambil ancang-ancang akan mencoba mengulangi loncatan tersebut, akan
tetapi dirinya di tahan ki Ageng agar membatalkan maksudnya. Pada saat
itu dirinya sadar bahwa dia berhasil meloncati sungai tersebut atas
dukungan Ki Ageng, sedangkan dirinya sendiri tidak mempunyai kemampuan
untuk melakukan hal tersebut. Setelah beberapa tahun mengabdi kepada Ki
Ageng Prawira Purba, Cermo kembali ke asalnya di desa Tulung Klaten, di
kemudian hari Cermo menjadi dalang terkenal dengan sebutan Cermo Tulung.
Mencari Copet di Beringharjo
Alkisah seorang abdi berwatak jujur setia sering mendapat kepercayaan
dan tugas dari tuannya. Pada suatu hari abdi tersebut mendapat tugas
dari tuannya untuk menebus barang gadaian berupa perhiasan rantai emas
beserta liontin, selain itu dia juga mendapat tugas belanja ke Pasar
Beringharjo (Pasar di Yogyakarta terletak di ujung jalan Malioboro).
Setelah belanja bermacam barang di pasar dan akan kembali, dai baru
tersadar bahwa liontin beserta emas yang baru saja ditebus tersebut
telah hilang. Setelah diperiksa kembali tetap saja tidak ditemukan,
dicoba diturut kembali juga tidak ketemu. Rupanya perhiasan tersebut
telah hilang karena dicopet, maka bingunglah si abdi tersebut. Hendak
kembali ke tuannya tidak berani, mencari barang tersebut juga tidak
ketemu. Dengan langkah gontai keluarlah abdi tersebut dari pasar,
setelah berjalan dan termenung sekian lama teringatlah dia akan
seseorang yang dapat dia minta pertolongan yaitu RB Prawira Purba. Maka
oleh abdi tersebut dicarinya RB Prawira Purba ditempat-tempat beliau
biasa berada, mulai dari rumah beliau di Tukangan, gapura masjid,
Sompilan Ngasem, sampai akhirnya di beringin kurung alun-alun juga tidak
ketemu. Setelah sekian lama mencari tidak ketemu, akhirnya abdi
tersebut putus asa dan terduduk di bawah pohon beringin kurung depan
alun-alun sambil menahan tangis karena kalut dan bingung tidak tahu
apalagi yang harus dilakukan. Tanpa terduga dari mana datangnya
tiba-tiba dating Ki Ageng Prawira Purba menendang pantat sang abdi
tersebut. Tanya Ki Ageng “mengapa menangis?”, sambil menyembah abdi
tersebut bangkit dan menceritakan kemalangannya hari itu dan penuh
pengharapan memohon pertolongan Ki Ageng. Setelah mendengar cerita
tersebut Ki Ageng berkata “ayo dicari” dan beliau langsung mendahului
berjalan menuju Pasar Beringharjo. Saat itu di pasar masih ramai orang
berbelanja, dan langsung tersibak begitu melihat Ki Ageng Prawira Purba
masuk pasar di iringi si abdi. Kebanyakan orang cenderung segan dan
takut kepada Ki Ageng Prawira Purba, mereka tidak berani mendekat karena
takut mendatangkan kesialan/kematian (penyebab ketakutan ini akan
diceritakan lebih lanjut). Sambil berjalan keluar masuk los Ki Ageng
Prawira Purba menjadi pusat perhatian orang-orang di pasar. Setelah
beberapa saat berjalan, beliau menuju suatu sudut kemudian menendang
seseorang yang sedang berjongkok diantara kerumunan orang berjualan.
Terkena tendangan Ki Ageng maka orang tersebut jatuh terjengkang dan
terlontarlah rantai serta liontin emas tersebut. Perintah Ki Ageng
“ambil pulang”, sang abdi hanya bias mengucapkan kata terimakasih dan
lalu mundur pulang kerumah tuannya. Si abdi segera pulang karena
khawatir urusan berkepanjangan dengan pihak aparat, dan khawatir juga
ababila berlama-lama di pasar perhiasan tersebut bias hilang lagi.
Adapun si pencopet juga tidak berani berbuat banyak karena yang
membongkar perbuatannya adalah si gembel yang sudah kondanng di Kota
Yogyakarta.
repost kaskus TS "mdiwse"
No comments:
Post a Comment