Saturday, May 9, 2015

Kisah Ndoro Purba Cucu HB VI part 16

Kisah dari Sorosutan

Diantara sekian banyak desa yang sering dikunjungi Ki Ageng adalah Sorosutan. Di Sorosutan tinggal seorang pemuda bernama Surono putera dari Harjawigeno. Pak Harjawigeno maupun paman Surono mengidap sakit ingatan, sehingga Surono lah yang menanggung beban hidup keluarganya. Surono juga harus menanggung mbok Beruk neneknya. Amarhum suami mbok Beruk adalah seorang Bekel, selain itgeng u mbok Beruk juga berdagang ternak dan hasil bumi sehingga mbok Beruk termasuk orang yang paling berkecukupan di desa nya.

Dari kampung berangkat membawa ternak dan hasil bumi menggunakan Cikar menuju pasar Muntilan, pasar Mertoyudan maupun pasar lain, kemudian pulangnya membeli belanjaan untuk di jual di Desa Sorosutan. Surono membantu sebagai kusir Cikar membantu neneknya. Kekayaan yang diperoleh dari hasil berdagang tersebut ditafsirkan lain oleh masyarakat di sekitar mereka, ditambah keadaan pak Harjawigeno dan adiknya yang kurang waras. Masyarakat beranggaapan bahwa mbah Beruk memelihara tuyul atau pesugihan, dimana kedua anaknya menjadi tumbal atas pesugihan tersebut.

Selain membantu neneknya Surono masih menyempatkan untuk mengaji di sore harinya, adapun jaman itu tidak banyak anak yang bersekolah. Pada suatu hari saat Surono berjalan menuju tempat guru mengajinya ditengah jalan dicegat oleh Ki Ageng Prawira Purbo. Surono dihajar dan dipukuli sampai menangis, sehingga akhirnya bocah itu pulang dan mengadukan pada neneknya. Maka hebohlah penduduk Sorosutan ada yang beranggapan bahwa hajaran tersebut merupakan firasat bahwa keluarga mbok Beruk akan sukses, tetapi ada juga yang menafsirkan hal tersebut sebagai pelajaran karena menjalani pesugihan.
Pada suatu hari pergilah Mbok Beruk ke Yogyakarta guna mencari Ki Ageng untuk memohon petunjuk. Di alun alun mbok Beruk berhasil menjumpai Ki Ageng, dan mencurahkan apa yang menjadi keingintahuannya tersebut. Akan tetapi jawaban Ki Ageng singkat saja, "hes,kono lekas golekana" (hes..sudah..segera kamu cari). Karena bingung dan tidak memahami makna nasehat Ki Ageng, maka mbok Beruk kebingungan dan mencari tahu siapa yang kira kira bisa menafsirkan nasehat tersebut. Di daerah Juminahan ada seseorang yang sering bisa menafsirkan nasehat nasehat Ki Ageng,namanya Raden Mas Sahid. RM Sahid menyarankan agar mbok Beruk sekali lagi mendatangi Ki Ageng untuk memohon petunjuk dan kejelasan. Maka dijumpainya lagi Ki Ageng, akan tetapi sekian lama mengungkapkan isi hatinya Ki Ageng tetap terdiam. Akhirnya setelah sekian lama mbok Beruk terus mengulangi maksud hatinya ditambah dengan menelungkupkan badannya di tanah berulang ulang dan bertekad tidak akan berhenti sebelum
Ki Ageng menjawab.

Akhirnya Ki Ageng menyerah juga ungkap beliau " wong kok do ting blasur ki golek apa?" (orang kok pada tidak jelas seperti ini yang dicari apa?). Ki Ageng berdiri dan langsung menarik mbok Beruk menuju Sorosutan, dalam perasaannya mbok Beruk merasa Ki Ageng berjalan cepat sekali seolah olah terbang.

Meskipun dengan susah payah Mbok Beruk berhasil mengundang Ndara Purba datang ke Sorosutan. Paling tidak dengan kehadiran Ndara Purba, kesulitannya mengenai anaknya yang sakit ingatan, serta anggapan penduduk sekitar bahwa Mbok Beruk memelihara pesugihan dan kedua anaknya menjadi “lebon” (tumbal) bisa diklarifikasi. Setelah berada di Sorosutan Ki Ageng ternyata cukup betah tinggal di rumah Mbok Beruk dan lambat laun setelah mendapat usada dari Ndara Purba maka Harjowigena sembuh, walaupun setelah sembuh Harjawigena meninggal dunia.
Kehadiran Ndara Purba mulai membuat terang permasalahan, Somopawiro (paman Surono) telah sembuh pula dari sakitnya. Atas kesembuhan Somopawiro tersebut Ndara Purba sangat gembira bahkan sampai menari-nari. Tarian tersebut bahkan memuncak sampai beliau ngibing mengelilingi Somopawiro, rupanya perasaan gembira juga sedang dirasakan Somapawiro sehingga sebenarnya Ndara Purba sedang mengungkapkan perasaan Somopawiro tersebut.

Ternyata Ngibing tersebut juga merupakan firasat, setelah beberapa hari kemudian Somopawiro telah pergi tanpa pamit dengan membawa sejumlah uang. Kepergian ini menurut istilah Surono pergi menuruti perasaan gembira. Adapun menurut istilah mbah Beruk kepergian Somopawiro ibarat ayam lari kehutan, orang umum mengatakan minggat. Setelah sekian lama pergi dan akhirnya kembali, maka oleh Ndara Purba nama Somapawiro diganti menjadi Jayapawiro.

Adapun Mbok Hardjowiyono ibu Surono berdagang kain lurik. Seorang yang pendiam dan tidak terlalu perduli dengan keadaan sekitarnya, bahkan saat Ndara Purba datang pun tidak pernah dia menjumpai beliau. Mbok Hardjawiyono agak kurang percaya terhadap Ndara Purba Usaha. Seiring dengan naik turunnya kehidupan, begitu pula usaha dagang yang dijalankan mbok Hardjowiyono. Beberapa kali merugi menyebabkan usahanya semakin susut. Walaupun dilakukan penambahan modal, pada akhirnya akan susut lagi. Kesulitan inipun diceritakan kepada Mbok Beruk, oleh mbok Beruk disarankan agar meminta doa restu kepada Ndara Purba. Tetapi Mbok Hardjowigeno merasa kurang yakin bahwa kesulitan dagang apakah bisa diperbaiki dengan upaya doa (upaya bathin). Karena tak kunjung menghadap Ndara Purba, maka Mbok Beruk lah yang mengambil inisiatif menemui Ndara Purba. Ungkap beliau “Ndara kadospundi mantu kula kok ndeprok kemawon?” (Tuan bagaimana ini menantu saya kok keadaannya terduduk seperti ini terus?ungkapan bahwa usahanya tidak berkembang). Maka kata Ndara Purba “kon njenggelek ora turu bae, ayo njenggelek” (suruh bangun, jangan tidur melulu, ayo bangun).

Kata-kata tersebut mengandung sugesti bagi Mbok Hardjowigeno, sehingga dia bersemangat lagi, tekun dan menghayati usahanya. Akhirnya usaha Mbok Hardjowigeno dapat kembali lancer usahanya. Mbok Hardjowigeno yang tadinya tidak percaya kepada Ndara Purba, akhirnya menjadi pengikutnya juga.

Di Sorosutan, satu-satunya yang memiliki gamelan adalah Mbok Beruk (Gamelan saat itu juga sekaligus menunjukkan status kekayaan atau kesejahteraan seseorang). Ki Ageng Prawira Purba sangat menyukai seni gamelan, bila beliau datang berkunjung maka gamelan pun sering dimainkan.
Suatu ketika karena kebutuhan uang yang mendesak maka gamelan terpaksa dijual ke orang lain. Beberapa saat kemudian datanglah Ndara Purba ke rumah mbok Beruk, demi mengetahui bahwa gamelan sudah dijual maka beliau merasa sedih. Saking sedihnya timbul perilaku kekanak-kanakan Ndara Purba, beliau menangis meraung-raung sambil berguling-guling di atas amben (ranjang).

Selang beberapa hari kemudian pembeli gamelan datang ke rumah mbok Beruk untuk menyerahkan kembali gamelan yang dibelinya. Adapun soal kembalinya uang terserah Mbah Beruk kapan saja apabila Mbah beruk sudah dapat uang. Menurut keterangan pembeli gamelan, hal tersebut dilakukan karena gamelan tersebut banyak yang tidak bunyi (bungkem) dan kalaupun berbunyi larasnya tidak cocok. Rupanya terdapat kontak antara Ndara Purba dengan gamelan tersebut. Setelah gamelan dikembalikan, maka Ndara Purba pun gembira kembali dan gamelan pun dapat dimainkan kembali.
Setelah menikah Surono suami isteri mendapat nama dewasa yaitu Mangun Pawiro suami isteri. Setelah menikah keduanyapun ingin tinggal terpisah dan berharap dapat membeli tanah dan membangun tempat tinggal. Untuk keinginan inipun Mbah Beruk menganjurkan cucunya agar memohon doa restu Ndara Purba. Sayangnya Mbok Mangun Pawiro (isteri Surono) ini seorang yang sangat pemalu, apalagi dihadapkan dengan Ndara Purba yang angker berwibawa dan susah ditebak perilakunya.

Untuk melatih menghilangkan malu tersebut, maka diperintahkan oleh Mbah Beruk agar cucu menantunya ini mulai belajar menghidangkan makanan dan minuman ke ruang Ndara Purba. Maka dengan langkah perlahan dan gemetar Mbok Mangun Prawira ini mengantarkan talam dengan suguhan diatasnya. Sebenarnya hal tersebut juga tidak luput dari perhatian Ndara Purba, maka timbullah rasa usilnya Ndara Purba. Pada saat akan memasuki kamar, maka Mbok Mangun Prawira mengucapkan salam “kula nuwun” (permisi) setelah mendapat perkenan dari yang di dalam kamar maka mbok Mangun Prawiro masuk sambil membawa talam sajian tersebut. Setelah hidangan diletakkan maka Ki Ageng langsung berteriak “ Mbah, Mbah Beruk, mbah…putu sampeyan Mangun Prentil mbeto ageman kula, gondel, gondel, gondel…”. Begitu terkejutnya mbok Mangun Prawira maka sambil berlari keluar membawa nampan mendatangi mbah Beruk menubruknya dan menangis sejadi-jadinya. Setelah ditanya Mbah Beruk, apa yang diambil oleh cucu menantunya tersebut? Jawab Mbok Mangun Prawira “Bagaimana saya berani mengambil barang milik Ki Ageng Prawira Purba, ketemu orangnya saja saya sudah sedemikian takut, disumpahpun saya tidak mengambil barang apa-apa dari dia”. Mbah Beruk pun memahami bahwa sebenarnya hal tersebut merupakan lelucon Ki Ageng terhadap Mbok Mangun Prawira yang penakut.
Kiranya isyarat Ki Ageng Prawira Puba dimana perujudan rasa takut yang memuncak yang disebabkan oleh perlakuan Ki Ageng baik berupa hajaran, naupun gertakan dari Ki Ageng memiliki makna yang sama. Terbukti tidak lama dari peristiwa gertakan tersebut Mbah Pingi penduduk Sorosutan menawarkan sebidang tanah kepada Mbah Beruk. Letaknyapun tidak jauh dari rumah Mbah Beruk .

Jauh sebelum Ndara Purba meninggal dunia beliau telah mempersiapkan sebidang tanah untuk makamnya kelak. Sebidang tanah di Tegalan Tahunan cukup luas untuk membangun satu rumah komplit beserta serambi dan pelataran. Banyak kenalan yang diajak bermusyawarah mengenai rencana pembangunan calon makam tersebut. Mbah Beruk juga dimintain bantuannya, kata Ki Ageng “mBah kula sampun madik, kula mang gaweke omah nggih mbah” (mbah saya sudah dekat waktunya, minta tolong dibuatkan rumah ya mbah). Setelah Ndara Purba meninggal dunia, disusul pula mbah Beruk meninggal dunia. Sepeninggal mereka Mangun Prawira (Surono) melestarikan adat berbakti kepada Ki Ageng Purba Prawira dengan cara menghimpun para pengagum Raden Bekel Prawira Purba, mengadakan selamatan di Tegal Tahunan maupun di Sorosutan setiap hari wafatnya serta pada hari sadranan setiap tahun sejak meninggalnya Ndara Purba pada tahun 1933 tidak pernah absen sampai dengan saat tulisan ini dibuat (1992).

repost kaskus TS "mdiwse" 

No comments:

Post a Comment